Kisah Momotaro

Dikisahkan, pada zaman dahulu kala ada pasangan suami istri yang hidup sederhana di pinggiran desa. Selama bertahun-tahun, mereka hidup dalam kesederhanaan hingga akhirnya menjadi kakek dan nenek.

Walau hidup bersama sekian lama, tapi mereka belum juga memiliki keturunan. Untungnya, hal itu tidak menjadi permasalahan atau kekecewaan dalam hidup pasangan suami istri itu. Bahkan, mereka tidak menyesali atau menyalahkan Dewa. Terkadang, kerinduan untuk memiliki seorang keturunan itu muncul baik di siang ataupun malam hari.

Pada suatu hari, seperti biasanya sang kakek berangkat ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sementara sang nenek, dia pergi ke sungai yang ada di pinggiran hutan desa untuk mencuci pakaian.

Saat sedang asyik mencuci pakaian, sang nenek melihat ada buah yang berukuran sangat besar hanyut di permukaan air sungai. Sang nenek pun penasaran dengan isi dari buah yang ukurannya tidak biasa itu.

Saat buah itu melewati tempat nenek mencuci di pinggir sungai, tanpa menunggu lama ia langsung meraih buah yang ternyata adalah buah persik raksasa, atau kalau dalam bahasa Jepang disebut juga dengan nama buah Momo.

Saat itu, Nenek langsung berpikiran pasti segar rasanya menikmati buah persik itu di cuaca musim panas bersama kakek. Sang nenek pun meletakkan buah persik raksasa itu ke pinggir sungai, dan melanjutkan kegiatan mencucinya kembali.

Setelah selesai mencuci, sang nenek dengan langsung membereskan cuciannya. Tidak lupa membawa buah persik raksasa itu, ia pun membawa keranjang cuciannya yang penuh dengan pakaian bersih pulang ke rumah. Ia sudah tidak sabar ingin menunjukkan buah itu pada suaminya.

Sesampainya di rumah, nenek menyimpan buah persik itu di sebuah lemari penyimpanan makanan di dapur. Ia tidak ingin terburu-buru memotong dan menikmati buah berukuran besar itu sendirian, nenek lebih memilih bersabar dan menunggu hingga kakek pulang dari mencari kayu.

Tidak terasa matahari mulai terbenam, dan kakek pulang ke rumah membawa setumpuk kayu bakar untuk persediaan mereka. Setelah membersihkan diri dan beristirahat sebentar, kakek akan duduk di depan rumah bersama nenek untuk menikmati langit malam yang indah.

Nenek kemudian bercerita, pada saat mencuci dia menemukan buah persik besar yang hanyut di pinggir sungai dan membawanya pulang.
Kakek pun hanya bisa terheran-heran mendengar ucapan nenek. Dan keheranan itu pun berubah menjadi keterkejutan saat kakek melihat nenek kembali seraya membawa buah persik itu.

Namun, keanehan itu tidak terhenti sampai di situ saja. Saat kakek baru akan membelah buah persik berukuran besar itu, mendadak buah tersebut terbelah dengan sendirinya.
Ternyata, di dalam buah persik itu terlihat seorang bayi laki-laki yang langsung menangis dengan sangat kerasnya. Hal itu tentu saja membuat kakek dan nenek merasa bingung apa yang harus mereka perbuat pada bayi yang baru mereka temukan itu. Di satu sisi, tentu saja mereka sangat senang karena pada akhirnya bisa memiliki buah hati. Namun, di sisi lain mereka juga merasa bingung serta serba salah apakah bayi itu boleh mereka rawat dan didik layaknya buah hati mereka sendiri.

Tidak lama kemudian, bayi yang keluar dari buah persik raksasa itu pun akhirnya mereda tangisannya. Sang Nenek pun kemudian menggendong bayi itu dan berkata kepada kakek, agar merawat bayi itu. Usulan nenek itu langsung mendapatkan persetujuan dari suaminya, karena kakek pun merasa senang dengan keberadaan seorang anak dalam hidup mereka.

Sebelum memutuskan untuk merawat bayi itu, ada permasalahan lain yang harus mereka pikirkan terlebih dahulu, yaitu nama. Kakek berpikir terlebih dahulu nama apa yang baik untuk bayi lucu yang baru saja mereka temukan itu. Saat itu, pandangan kakek mendadak terarah ke buah persik tempat bayi itu baru saja keluar. Buah persik atau yang disebut juga dengan momo dalam bahasa Jepang itu langsung membuat sang kakek terinspirasi.

Kakek lalu memberi nama bayi itu Momotaro, yang merupakan gabungan dari Momo yang berarti buah persik, dan Taro yang bermakna anak laki-laki. Oleh karena itu, bisa dibilang Momotaro berarti bocah persik. Nenek pun langsung menyetujui nama itu, selain namanya terdengar indah, setidaknya dengan nama itu mereka bisa selalu mengingat dari mana putra mereka berasal, yaitu dari buah persik.

Sejak saat itu, dengan keberadaan sang bayi menggemaskan itu kediaman Kakek dan Nenek semakin diberkahi dengan keceriaan dan kebahagiaan. Karena bagaimanapun juga, pasangan suami istri itu kini mendapatkan momongan yang mereka harapkan selama sekian lama.

Kebahagiaan itu menjadi semakin lengkap, karena Momotaro tumbuh menjadi anak yang sehat dan lucu. Diberi makan apa pun dan seberapa banyak sekalipun, anak itu pasti akan menghabiskannya. Satu piring ataupun dua, Momotaro pasti akan melahapnya hingga benar-benar habis semuanya.
Melihat hal itu, Kakek dan Nenek merasa sangat senang dengan keberadaan buah hatinya itu. Mereka berusaha memanjakan anak buah persiknya itu. Kebahagiaan itu pun semakin berlipat ganda, karena anak itu tidak pernah rewel ataupun sakit sekalipun.

Tanpa terasa, waktu berlalu dengan begitu cepat. Sang bayi yang ditemukan di dalam buah persik itu kini tumbuh menjadi anak laki-laki yang kuat dan memiliki pola pikir yang sangat cerdas. Tidak hanya itu, ia pun memiliki kebaikan hati yang tulus.

Bisa dibilang, Momotaro mampu mengungguli kemampuan seluruh anak-anak tetangga mereka yang hidup berdampingan di desa pinggir hutan tersebut. Bahkan, ia cukup terkenal di desa tersebut berkat kecerdasan, kekuatan, dan kebaikan hatinya.

Banyak tetangga mereka yang merasa salut dan kagum kepada Kakek dan Nenek, karena berkat didikan pasangan suami istri tersebut, desa mereka memiliki seorang anak yang kuat, cerdas, pemberani tanpa rasa takut pada siapa pun, dan selalu membela yang benar.

Ternyata, selama ini Kakek dan Nenek selalu mendidik Momotaro dengan satu kalimat penting. Kalimat itu adalah “Budi pekerti yang baik dan selalu bertanggung jawab merupakan sebuah modal untuk hidup di dunia yang penuh dengan kepalsuan. Maka berbuat jujurlah dalam hidupmu sebagai modal kepercayaan orang lain.”

Kakek dan Nenek sendiri sebenarnya merasa sangat bangga dengan tingkah laku dan budi pekerti buah hati mereka, karena mereka berdua menyadari bahwa Momotaro bukanlah anak kandung mereka sendiri. Oleh karena itu, jangan sampai anak itu tumbuh menjadi seseorang yang tidak sopan atau tidak dapat dibanggakan.

Di balik itu semua, Kakek dan Nenek juga menyadari bahwa semua kebaikan dalam sifat Momotaro itu tidak hanya karena didikan mereka saja. Pasangan suami istri itu paham bahwa kebaikan itu berasal dari bakat bawaan sejak Momotaro ada di dunia ini.

Suatu hari di sang yang cerah, Momotaro sedang asyik berjalan-jalan bersama Kakek dan Nenek berkeliling desa. Tiba-tiba, di salah satu sisi desa terlihat ada sosok monster hantu yang merampas uang dan barang berharga milik para penduduk sekitar desa.

Sayangnya, saat itu Kakek dan Nenek menahan Momotaro untuk tidak ikut campur apa yang terjadi pada warga desa. Karena bagaimanapun juga, saat itu mereka tidak memiliki apa-apa untuk melawan rombongan hantu yang jumlahnya banyak.

Momotaro terus mengingat suara para hantu yang baru saja selesai merampok, di mana mereka harus segera kembali ke Pulau Hantu. Untuk pertama kalinya, Momotaro mengetahui keberadaan sebuah pulau tempat para monster hantu yang sering mengganggu warga sekitar.

Hal itu membuat resah hati kecil Momotaro, ia tidak menyukai para hantu yang mengganggu kehidupan para warga sekitar. Ia pun berpikir keras apa yang dapat ia lakukan untuk menghentikan kejahatan itu. Jika ia dapat membuat para hantu itu berhenti melakukan kejahatan pada warga sekitar, tentunya para penduduk akan hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan. Dan kebahagiaan itu tentunya tidak hanya dimiliki oleh warga sekitar saja, tapi juga Kakek dan Nenek.

Setelah memikirkannya semalaman, Momotaro akhirnya menemukan solusinya. Ia harus pergi ke Pulau Hantu dan membasmi semua hantu yang ada di sana, setidaknya ia harus dapat membuat mereka berjanji untuk tidak mengganggu manusia lagi.

Keesokan harinya, Momotaro menghadap kedua orang tuanya dan meminta izin akan pergi bertualang. Sang bocah persik menyatakan bahwa ia sudah merencanakannya jauh-jauh hari untuk pergi ke tempat yang cukup jauh, yakni di Pulau Hantu.

Sayangnya, hal itu tidak langsung mendapatkan persetujuan dari Kakek dan Nenek. Dengan pendiriannya yang kuat, ia tetap bersikeras ingin pergi ke Pulau Hantu yang banyak meresahkan warga.

Kakek dan Nenek hanya bisa saling memandang dan merasa gelisah, karena buah hati mereka tetap ingin berangkat ke tempat yang mengerikan itu. Melihat hal itu, hati Kakek dan Nenek terenyuh. Mereka pun memberikan izin pada buah hati mereka, lagi pula mereka berdua yakin kalau Momotaro bukanlah anak biasa.

Keesokan harinya, sejak pagi buta Nenek sudah membuatkan kibidango spesial untuk putra kesayangannya itu. Kibidango itu diminta bukannya tanpa alasan. Karena sang bocah persik tahu, bahwa kibidango buatan nenek itu memang dikenal sangat enak, bahkan di kalangan para tetangga mereka. Dengan berbekal kue berbentuk bola itu, sang bocah persik berharap bisa selalu bersemangat karena teringat pada Kakek dan Nenek di rumah.

Setelah mempersiapkan segala keperluannya dan juga bekal kibidango buatan Nenek, Momotaro pun kemudian berpamitan. Ia mengenakan baju dan celana pemberian dari Kakek yang membuatnya terlihat seperti pendekar muda Jepang. Selain itu, ia juga membawa serta senjata berupa pedang samurai pendek atau Katana, yang membuatnya terlihat seperti pendekar muda yang gagah berani.

Tidak lupa, Kakek dan Nenek menyertakan doanya di setiap langkah si bocah persik dalam perjalanan menuju ke Pulau Hantu. Petualangan Momotaro pun akhirnya dimulai.

Ketika memulai petualangannya, baru beberapa langkah si bocah persik keluar dari desanya, mendadak ada seekor anjing yang menggonggong dengan suara sangat kencang. Momotaro pun kemudian menolehkan kepalanya dan menemukan seekor anjing berlari mendekatinya. Ternyata, anjing itu dapat mencium bau wangi kibidango buatan Nenek yang lezat.

Sang anjing pun langsung menerima kibidango itu dan melahapnya. Di waktu yang bersamaan, sang bocah persik mengatakan, setelah makan kibidango itu kekuatannya pasti akan bertambah beribu kali lipat dibandingkan sekarang. Bersamaan dengan ucapan itu, Sang anjing merasa seperti ada kekuatan lain yang masuk ke dalam tubuhnya.

Sesudahnya, mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menuju ke Pulau Hantu. Sang anjing pun diangkat menjadi anak buah pertama Momotaro.
Setelah mereka melanjutkan perjalanan, di tengah jalan mereka bertemu dengan seekor burung gagak. Anehnya, burung berwarna hitam itu terus saja terbang melayang di atas kepalanya dan mengikuti langkah mereka berdua.

Momotaro pun menyadari bahwa mungkin saja sama seperti anjing sebelumnya, burung gagak itu mencium aroma lezat dari kibidango buatan nenek. Ia pun kemudian mengeluarkan wadah perbekalannya dan mengeluarkan salah satu kibidango dan mengulurkannya pada burung gagak yang masih melayang di atas kepalanya.

Burung gagak itu pun langsung terbang rendah dan melahap habis kibidango yang ditawarkan oleh Momotaro. Sama seperti sebelumnya, burung itu juga merasakan ada kekuatan lain yang masuk ke dalam tubuhnya.

Burung gagak itu kemudian juga menyatakan kalau ia ingin menjadi pengikut sang bocah persik. Untungnya, Momotaro memperbolehkan burung gagak itu untuk menjadi anak buahnya yang kedua. Tidak lama kemudian, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanannya.

Setelah melanjutkan perjalanannya, mendadak ada seekor monyet yang menghalangi jalan mereka dan berteriak-teriak berharap bisa ikut serta. Monyet itu beralasan, bahwa ia ingin ikut berjuang untuk membela kebenaran yang akan ditegakkan oleh sang pemuda persik yang pemberani.

Namun, sebelum melanjutkan perjalanan mereka, sama seperti sebelumnya, monyet itu juga meminta sebuah kibidango dari bekal Momotaro yang beraroma lezat. Dan sama seperti sebelumnya, dengan senang hati sang bocah persik memberikan salah satu bekalnya untuk monyet dan mengangkatnya sebagai anak buah ketiga untuk membantunya melawan kejahatan di Pulau Hantu.

Agar dapat mencapai Pulau Hantu itu, rombongan Momotaro itu harus menyeberangi lautan yang sangat luas. Awalnya, ketiga anak buah Momotaro merasa ragu-ragu untuk naik ke atas perahu dan menyeberangi lautan itu. Melihat keragu-raguan itu, Momotaro langsung menyuruh ketiga anak buahnya itu untuk tidak ikut ke Pulau Hantu. Karena jika mereka tidak memiliki keberanian untuk menyeberangi lautan, bagaimana mereka berani melawan para monster hantu itu.

Dengan dorongan semangat itu, akhirnya ketiga anak buah Momotaro pun memantapkan hati dan mengikuti sang bocah persik. Mereka menaiki sebuah perahu dan dengan penuh semangat mendayung melewati lautan.

Setelah melakukan perjalanan selama beberapa lama, perahu rombongan bocah persik itu sampai di tepi Pulau Hantu. Di luar pulau itu, terdapat sebuah pintu gerbang seolah berada di depan kerajaan.

Tanpa menunggu lama, si monyet langsung menggedor pintu gerbang tersebut. Tidak lama kemudian, dari balik pintu gerbang itu keluarlah seorang hantu dengan kulit berwarna merah dan berwajah seram beserta beberapa hantu lain yang wajahnya tidak kalah mengerikan.

Momotaro lalu mengenalkan dirinya, dan dia mengatakan bahwa dia adalah pemuda paling kuat dan perkasa yang ada di seluruh negeri Jepang. Dengan kekuatannya, Momotaro akan menghancurkan istana hantu yang telah membuat resah banyak orang.

Setelah mengucapkan kalimat dengan suara menggelegar itu, Momotaro itu langsung menghunuskan pedangnya dan menusuk siapa saja yang datang mendekat. Tujuannya adalah untuk membunuh setiap musuh yang berusaha melawan. DI sisi lain, setiap musuhnya langsung kalang kabut saat melihat rekannya satu per satu berguguran.

Sang monyet pun turut serta membantu berjuang menggunakan tombak yang dibawanya. Tanpa ampun dan takut, ia membantai puluhan musuh yang berusaha mendekatinya. Sementara itu, sang gagak terbang dengan gesit dan melawan setiap musuh di dekatnya. Dengan kecepatannya, ia berhasil membuat banyak musuh mati di tangannya. Begitu pula dengan anjing yang turut serta melawan dan menggigit setiap musuh yang ada di dekatnya.

Untungnya, kemampuan dan tenaga mereka terasa tidak ada habisnya dan justru terus bertambah hingga beribu kali lipat. Hal itu mungkin disebabkan oleh kibidango buatan Nenek yang mereka makan sebelumnya.

Pada akhirnya, ratusan hantu yang keluar dari gerbang itu pun berlarian berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri. Sementara Momotaro beserta ketiga anak buahnya terus masuk ke dalam istana dan mendesak musuh yang lari ke dalam lingkungan istana Hantu.

Di dalam salah satu bangunan yang berukuran sangat besar, terdapat ratusan hantu yang sebenarnya sedang pesta minuman yang memabukkan. Ada yang menyanyi dengan suara keras, ada yang tertidur, dan ada yang tertawa terbahak-bahak.

Betapa terkejutnya para hantu itu saat ada banyak hantu yang masuk ke gedung tersebut sambil berlari dan terlihat terluka. Beberapa hantu yang masuk menyebutkan tentang keberadaan seorang pemuda bernama Momotaro yang melukai mereka. Dengan penuh amarah, mereka berniat untuk mengalahkan Momotaro.

Namun, ternyata tidak ada satu pun dari semua hantu itu yang dapat mengalahkan Momotaro. Bahkan, dapat dibilang setiap hantu itu dapat dilempar dengan mudah oleh Momotaro seperti boneka kapas. Seolah-olah Momotaro benar-benar manusia yang paling kuat di Jepang kala itu.

Karena merasa bahwa perlawanan mereka tidak akan ada gunanya, akhirnya sang Jenderal Hantu Hitam yang terkenal perkasa langsung memohon ampun pada Momotaro. Ia pun membuat perjanjian tidak akan pernah berbuat jahat terdapat para manusia, khususnya mereka yang bertempat tinggal atau pergi mendekati Pulau Hantu.

Dengan kebaikan hatinya, Momotaro pun mempercayai ucapan sang Jenderal Hantu Hitam. Ia juga memberikan pengampunan, selama sang Jenderal Hantu memenuhi janjinya dengan baik. Jika sekali saja janji itu dilanggar, Momotaro tidsk akan ragu membantai mereka kembali.

Momotaro kemudian mengambil semua barang-barang yang dicuri hantu-hantu dari para manusia. Tidak hanya itu, ia juga mengambil tiga ekor kuda yang memiliki tenaga terkuat untuk mengangkut emas, intan, dan berlian yang ada di dalam gudang penyimpanan Pulau Hantu. Si bocah persik berniat untuk memberikan barang-barang berharga itu sebagai hadiah untuk Kakek dan Nenek.

Momotaro kemudian juga mengambil kuda lain yang bisa mereka gunakan untuk mempercepat perjalanan mereka kembali ke desa. Sesampainya di desa, sang bocah persik menceritakan segala petualangannya kepada kedua orang tuanya itu. Di sisi lain, Kakek dan Nenek merasa senang karena buah hatinya kembali pulang dalam keadaan selamat.

Selain itu, Momotaro juga memberikan segala barang berharga yang ia temukan di Pulau Hantu. Dengan penuh kebijaksanaan, Kakek dan Nenek pun minta buah hatinya untuk membagikan harta itu secara merata kepada seluruh warga desa lainnya.

Setelah membagikan sebagian dari harta benda yang berharga itu, tidak lupa ia mengembalikan beberapa harta rampasan yang ia ambil dari para hantu. Hal itu membuat nama Momotaro semakin terkenal di kalangan para warga sekitar sebagai seorang anak yang pemberani, kuat, dan baik hatinya. Sejak saat itu, Momotaro hidup dengan penuh kebahagiaan bersama Kakek dan nenek untuk selamanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *